Sunnah berada di urutan kedua setelah Al-Quran, baik sebagai sumber hukum syari’ah maupun sebagai sumber ilmu pengetahuan. Demikian pula sebagai sumber peradaban Al-Quran adalah peletak dasar dan prinsip, sedangkan sunnah adalah penjelas dan pengurai kandungan teoritisnya.
Tiga persoalan dasar yang berkaitan dengan sunnah :
1. Fiqih (pemahaman) peradaban.
2. Perilaku beradab (etos kerja).
3. bangunan peradaban.
Pengertian Peradaban
Dalam Bahasa Arab, al-hadlarah (peradaban) anonimnya adalah al-badawa (badui) atau orang yang terkenal bersikap kasar dan liar. Al-hadlirah (kota) anonimnya adalah al-badiyah (desa). Al-hadlar (orang kota) anonimnya al-badw (orang badui). Penduduk kota adalah penduduk yang tinggal dikota-kota besar, kota-kota kecil dan kampung-kampung.
Tiga persoalan dasar yang berkaitan dengan sunnah :
1. Fiqih (pemahaman) peradaban.
2. Perilaku beradab (etos kerja).
3. bangunan peradaban.
Pengertian Peradaban
Dalam Bahasa Arab, al-hadlarah (peradaban) anonimnya adalah al-badawa (badui) atau orang yang terkenal bersikap kasar dan liar. Al-hadlirah (kota) anonimnya adalah al-badiyah (desa). Al-hadlar (orang kota) anonimnya al-badw (orang badui). Penduduk kota adalah penduduk yang tinggal dikota-kota besar, kota-kota kecil dan kampung-kampung.
Sedangkan penduduk badui adalah penduduk yang tinggal di rumah-rumah kemah. Orang badui terkenal bersikap kaku, kasar, keras, bodoh dan buta huruf.
Oleh karena itu Allah tidak pernah mengangkat seorang Rasul dari kalangan orang badui. Seluruh Rasul utusan Allah berasal dari kalangan masyarakat kota. Allah berfirman :”Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota.” (Yusuf : 109)
Imam Ibnu Zaid dan imam-imam lainnya berpendapat bahwa penduduk kota itu orangnya lebih berpendidikan dan lebih sopan dari pada penduduk desa (badui).
Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kejalan yang terang. Gelap dengan segala jenis tingkatannya. Contohnya ialah bahwa Islam mengeluarkan manusia dari gelapnya kehidupan badui yang ganas menuju kehidupan yang terang yakni kehidupan yang berperadaban dan berbudaya. Seperti disebutkan dalam Al-Quran : “Orang-orang Arab Badui itu lebih kuat kekafiran dan kemunafikannya, dan sangat wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S At-Taubah : 97).
Peradaban yang dikehendaki islam bukanlah peradaban yang lebih memperhatikan aspek materi, jasmani dan instink manusia atau kenikmatan dunia lainnya yang sifatnya sementara. Sebab peradaban demikian ini tujuan utamanya adalah dunia. Peradaban semacam ini bertentangan dengan peradaban Islam. Sebab peradaban Islam menghubungkan manusia dengan Allah dan bumi dengan langit. Dunia dijadikan sarana untuk menuju akhirat, menggabungkan unsur spiritual dengan material, menyeimbangkan antara akal dan hati, meenyatukan akal dan iman dan meningkatkan moral seiring dengan peningkatan material.
Nyatalah bahwa peradaban yang memperhatikan aspek spiritual dan material, idealis dan realistis, rabbani dan insani, moralis dan konstruktif, dan yang memperhatikan aspek individu dan social sekaligus adalah peradaban yang tawadzun (seimbang) dan wasathiah (moderat) yang dijadikan dasar berdirinya sebuah umat wasathan , yang menjadi pijakan bagi umat wasatan, yaitu umat yang moderat, sebagaimana digambarkan Allah dalam firmannya : “Dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu… (Q.S Al-Baqarah : 143)
Sunnah dan Fikih Peradaban
Allah berfirman : “Dialah yang mengutus kepada kamu yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Jumu’ah: 2)
Al-Quran dan Hadits memuat ajaran tentang apa yang dapat kita namakan al-wa’yu al-hadhari (kesadaran peradaban). Dalam ungkapan yang lebih dekat kepada islam hal ini disebut al-fiqh al-hadlari (fikih peradaban), yaitu fikih yang menghantarkan manusia dari pemahaman yang dangkal atau primitif menuju pemahaman yang luas dan mendalam mengenai alam dan kehidupan, dari akal yang jumud (statis) ke akal yang dinamis, dari pemikiran yang taklid kepada pemikiran yang bebas dan merdeka, dari pemikiran yang mistik dan tahayul kepada pemikiran ilmiah yang menggunkan dalil dan bukti, dari pemikiran yang fanatik kepada pemikiran yang toleran, dari pemikiran yang sok tahu kepada pemikiran yang tawadu’ yang mengerti batas, dan jika ditanya tidak malu menjawab : “saya tidak tahu”, dan siap mengakui kesalahannya bila memang jelas salah.
Imam Malik berkata :”Ahli fikih bukanlah berarti orang yang mengerti banyak persoalan, tetapi fikih diberikan Allah kepada siapa yang Dia kehendaki.”
Fikih Ayat dan Sunnatullah
Fikih ayat dan sunnatullah (hukum alam yang ditetapkan Allah), maksudnya adalah mengetahui dan memahami tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di jagad raya dan dalam diri manusia dan mengetahui apa yang terjadi pada alam dan masyarakat.
Tanda-tanda kekuasaan Allah yang tersebar di seluruh alam ini hanya bisa di manfaatkan dan dibaca oleh orang yang memiliki akal.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Q.S. Al-Imran: 190)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar