![]() |
| Foto oleh Connor Danylenko dari Pexels |
Saat ini harusnya setiap orang
memiliki hak menyampaikan pendapat, bebas berekspresi termasuk bebas mencari
dan mendapat informasi dari berbagai sumber. Namun nyatanya hak itu selalu di
penjarakan, terutama di negara Arab. Ketika negara menekan kebebasan berpendapat atau berekspresi maka
hal itu adalah sebuah alarm berbahaya. Dalam konteks ini, negara seharusnya
melakukannya dengan cara yang proposional.
Kebebasan menyampaikan pendapat itu
mendapatkan tekanan terutama ditujukan kepada para jurnalis atau pembela hak
asasi manusia di seluruh dunia. Para jurnalis atau pembela hak asasi manusia
menjadi sasaran ancaman, pelecehan, penangkapan, penahanan, penyiksaan bahkan
kematian ketika mereka melakukan aktivitas.
Wartawan yang berpikiran bebas di
dunia Arab, memahami etika profesional jurnalistik dan memiliki keberanian
untuk mengkritik sangat jarang sekali ditemukan. Umumnya, sistem pemerintahan
Arab tidak mementingkan media dan mereka hanya melihatnya sebagai alat untuk
kepentingan bisnis dan mencapai tujuan politik mereka.
Arab Saudi: negara paling banyak
memiliki media di kawasan regional, namun hal ini tidak menyebakan warga mereka
disana melek informasi, karena menurut data, justru warga merekalah yang paling
sedikit memiliki informasi. Rata-rata warga di negara ini mendapatkan informasi
hanya melalui media sosial. Karena stasiun televisi di negara ini banyak
menayangkan film-film serial, musik dan film-film Amerika.
Ironisnya lagi, koran al-Hayat di
London (milik Arab Saudi) akan dicetak dalam dua versi bahasa yang berbeda, bahasa
Arab dan Inggris. Koran ini banyak menampilkan gambar-gambar yang tidak
senonoh.
Di Bahrain: Para wartawan
menghabiskan usia mereka di penjara jika mereka tidak terbunuh sebelumnya.
Di UEA: Halaman depan koran mereka
dipenuhi dengan gambar Bin Zayed dan istrinya serta berita tentang bantuan yang
diberikan mereka untuk anak-anak yatim. Namun koran-koran dalam bahasa Inggris,
lebih suka memuat berita mengenai pakaian Bin Zayed dan hubungannya dengan
beberapa wanita eropa.
Di Maroko: Hampir tidak ada media
yang berani mengkritik. Media media di negara ini lebih banyak mempublikasikan
gambar-gambar Raja Maroko yang mencium batu Hajar Aswad dan memberi makanan
kepada anak-anak. Kendati demikian, Koran The Times di London menggambarkan
Raja Maroko dalam sisi yang berbeda. Di Koran ini mereka berani memuat
gambar-gambar raja yang hadir di klub-klub gay dengan pakaian yang tidak
konvensional.
Di Dubai: Semua saluran TV bebas
dan dapat menulis apa-apa saja yang mereka inginkan kecuali mengenai kondisi
internal negara.
Al-Jazeera Qatar: Merupakan media
Arab yang paling penting di dunia Arab. Media ini sering melaporkan terkait
peristiwa-peristiwa politik di dunia, tetapi sangat sedikit sekali melaporkan
berita terkait apa yang terjadi di Qatar.
Source: International Federation of Journalists
Walaupun telah ditetapkan hari
kebebasan pers diseluruh dunia setiap tanggal 3 Mei. Nyatanya angka tertinggi
kematian pekerja media yang tercatat adalah 155 orang di tahun 2006. Angka ini
tidak hanya untuk wartawan, tapi termasuk orang-orang yang bekerja untuk
organisasi media.
Lebih dari 30 jurnalis terbunuh
dalam konflik Suriah. Seorang kepala redaksi dipecat dari koran milik
pemerintah Mesir. Kebijakan media yang lebih ketat juga diberlakukan di
Tunisia. Dan di sana kompetisi semakin meningkat antara lembaga penyiaran dari
Iran dan negara-negara teluk.
Pada November 2019, Arab Saudi
setidaknya menangkap 10 aktivis yang sebelumnya telah dilakukan penggrebekan
dikediaman mereka. Sepanjang tahun 2011 hingga 2019 paling sedikit ada 1 orang
wartawan al jazeera yang ditangkap, di intimidasi hingga disiksa, hanya karena
pemikiran mereka tidak sama dengan pemikiran pemerintah.
Alasan di balik sikap pemerintah
yang saat ini represif adalah karena peran media yang penting selama revolusi.
Televisi, koran dan internet menunjukkan sejauh mana mereka bisa mempengaruhi
perkembangan politik.
Contoh paling jelas adalah Mesir.
Sukses revolusi menentang Husni Mubarak, terkait erat dengan laporan stasiun Al
Jazeera yang berbasis di Qatar. Jaringan televisi itu melaporkan, sebagaimana
yang dikritik kelompok pro pemerintah, sebagian besar perspektif dari kelompok
demonstran dan mengambil posisi sama dengan mereka. Tentu saja, beberapa hari
setelah demonstrasi dimulai, Mubarak melarang Al Jazeera.
Januari 2011, 6 orang wartawan al
jazeera kewarganegaraan Australia, Portugis dan Inggris ditahan beberapa jam
oleh Polisi Mesir karena menyuarakan protes melawan rezim Presiden Hosni
Mubarak. Desember 2013, 3 orang wartawan al jazeera kewarganegaraan Australia,
Kanada dan Mesir ditahan oleh pasukan Keamanan Mesir karena tuduhan melaporkan
berita palsu yang merusak kemanan nasional.
Mei 2014, Seorang jurnalis
perempuan, yang bekerja paruh waktu untuk jaringan berita satelit al-Jazeera di
Mesir, ditahan di sebuah flat Terusan Suez atas tuduhan mengirimkan sejumlah
video ke jaringan televisi yang berbasis di Qatar. Pada Juni 3 orang wartawan
didakwa dengan menyebar berita-berita palsu dan mendukung kelompok terlarang
Ikhwanul Muslimin, yang mendukung Presiden Mohammed Morsi yang digulingkan
militer. Pihak berweng Mesir meghukum 2 wartawan tersebut dengan 7 tahun
penjara, wartawan ketiga diganjar 10 tahun. Pada oktober, seorang mahasiswa
Mesir yang bekerja untuk sebuah stasiun tv ditangkap oleh polisi rahasia ketika
sedang merekam gambar pengunjuk rasa di Mahalla, di sebelah utara ibu kota
Kairo.
Juni 2015, Seorang wartawan senior
jaringan televisi al-Jazeera ditangkap di Jerman atas permintaan pemerintah
Mesir. Wartawan tersebut ditangkap saat hendak terbang dari Berlin ke Qatar.
Seorang perwira polisi Jerman mengatakan, pihak berwenang Mesir telah
menerbitkan surat perintah penangkapan internasional terhadapnya. Tuduhannya:
tahun 2011 silam wartawan ini terlibat aksi penyiksaan terhadap seorang
pengacara di lapangan Tahrir. Secara in absentia wartawan kenamaan ini dijatuhi
vonis 15 tahun penjara oleh pengadilan Mesir. Dia juga dituduh merampok dan
memperkosa.
Data Jurnalis yang dipenjara secara global
Komite Perlindungan Wartawan (Committee to Protect Journalists) atau CPJ memberi gambaran tentang wartawan yang dipenjarakan sejak awal Desember setiap tahunnya.
Angka ini termasuk orang-orang yang bekerja sebagai wartawan yang dipenjarakan lantaran kegiatan terkait dengan profesi mereka.
Negara-negara dengan angka tertinggi wartawan yang dipenjarakan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut :
● Turki 68
● China 47
● Mesir 25
● Arab Saudi dan Eritrea, masing-masing 16
Satu kasus yang menarik perhatian dunia di tahun 2018 adalah pembunuhan
terhadap wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi. Pada 10 Oktober 2018, lembaga RSF
(Reporters San Frontiers – Reporters Without Borders) menyerukan adanya
investigasi internasional secara independen atas hilangnya Khashoggi begitu ia
masuk ke kantor konsulat Arab di Turki tersebut pada 2 Oktober. Khashoggi,
menurut rilis RSF pernah menjadi pendukung pemerintah Arab, sebelum kemudian ia
menjadi blogger dan jurnalis yang sangat kritis pada pemerintah Arab Saudi.
Sejumlah media Amerika Serikat
melaporkan pemerintah Turki memiliki rekaman suara dan video yang menurut
mereka membuktikan bahwa Khashoggi dibunuh di dalam konsulat Saudi saat ia
hilang.
Pejabat AS dan Turki dilaporkan
mengatakan rekaman itu menunjukkan tim keamanan Saudi menahan Khashoggi saat ia
hendak mengurus dokumen penting bagi rencana pernikahannya dengan tunangannya,
Hatice Cengiz. Ia kemudian dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong.
Pada Desember 2016, ketika MBS
mulai membina hubungan baik dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump,
Khashoggi menggugatnya.
Khashoggi juga bersikap kritis atas
kebijakan Arab Saudi memutus hubungan dengan Qatar.
Pada September 2017, Khashoggi
memutuskan mengungsi ke Negeri Paman Sam setelah Arab Saudi mengekang kebebasan
berpendapat dan menindas para pemrotes.
Sejak saat itu, Khashoggi menulis
kolom untuk Washington Post. Surat kabar tersebut sempat menunda untuk
menerbitkan tulisan terakhir Khashoggi, dengan harapan, pria itu dapat kembali
dengan selamat.
"Sekarang saya harus terima:
itu tidak akan terjadi. Ini karya terakhirnya yang saya edit untuk The Post.
Kolom ini dengan sempurna menggambarkan komitmen dan hasratnya akan kebebasan
di dunia Arab," tulis editor Washington Post Karen Attiah.
Kolom terakhir yang ditulis
Khashoggi menyuarakan pentingnya kebebasan pers di seluruh dunia Arab.
Berikut sejumlah kutipan dari
beberapa kolom yang ditulis Khashoggi, termasuk karya terakhirnya.
'Kebebasan berekspresi' - 17
Oktober 2018
"Sebuah narasi yang dikelola
negara mendominasi jiwa publik, dan sementara banyak yang tidak mempercayainya,
mayoritas besar penduduk menjadi korban narasi palsu ini. Sayangnya, situasi
ini tidak mungkin berubah.
"Pemerintah Arab telah diberi
kebebasan untuk terus membungkam media pada level yang meningkat ... Pemerintah
ini, yang keberadaannya sangat bergantung pada kontrol informasi, telah secara
agresif memblokir internet. Mereka juga telah menangkap wartawan lokal dan
menekan pengiklan untuk membahayakan pendapatan dari publikasi tertentu.
"Dunia Arab menghadapi versi
Tirai Besi sendiri, yang dipaksakan bukan oleh aktor eksternal tetapi melalui
kekuatan domestik yang berlomba merebut kekuasaan.
"Melalui penciptaan forum
internasional independen, terisolasi dari pengaruh pemerintah nasionalis yang
menyebarkan kebencian melalui propaganda, orang-orang biasa di dunia Arab akan
mampu mengatasi masalah struktural yang dihadapi masyarakat mereka."
'Pilihan yang mengerikan' - 21 Mei
2018
"Kami diminta untuk meninggalkan
segala harapan kebebasan politik, dan untuk tetap diam tentang penangkapan dan
larangan bepergian yang tidak hanya berdampak pada para kritikus tetapi juga
keluarga mereka. Kami diharapkan dengan penuh semangat menyambut reformasi
sosial dan menimbun pujian pada putra mahkota sambil menghindari referensi apa
pun kepada orang-orang Arab perintis yang berani mengatasi masalah-masalah ini
beberapa dekade yang lalu.
"Apakah tidak ada cara lain
bagi kita? Haruskah kita memilih antara bioskop dan hak kita sebagai warga
negara untuk berbicara, apakah untuk mendukung atau mengkritik tindakan
pemerintah kita?."
'Bertindak seperti Putin' - 5
November 2017
"Mohammed bin Salman bertindak
seperti Putin. Dia memaksakan keadilan yang sangat selektif. Penindasan bahkan
pada kritik yang paling konstruktif menjadi tantangan serius bagi keinginan
putra mahkota untuk dipandang sebagai pemimpin modern yang tercerahkan.
"Kami, rakyat Saudi pantas
mendapat lebih dari tontonan para bangsawan dan pejabat yang dikebumikan di Ritz
Carlton. Kami juga harus memiliki hak untuk berbicara tentang perubahan penting
dan berdampak - dan banyak lagi yang diperlukan untuk mencapai visi putra
mahkota bagi negara kami.
"Kami adalah sebuah kerajaan
yang tidak lagi hening."
'Rakyat Arab Saudi berhak mendapat
yang lebih baik' - 18 September 2017
"Ketika saya bicara tentang
rasa takut, intimidasi, penangkapan dan para intelektual dan pemimpin agama
yang berani mengutarakan pikiran mereka dipermalukan di muka publik, dan
kemudian saya memberi tahu Anda bahwa saya berasal dari Arab Saudi, apakah Anda
terkejut?
"Di bawah tekanan dari
pemerintah saya, penerbit salah satu harian berbahasa Arab yang paling banyak
dibaca, Al-Hayat, membatalkan kolom saya. Pemerintah memblokir saya dari
Twitter ketika saya memperingatkan soal pelukan yang terlalu antusias terhadap
Presiden terpilih, Donald Trump.
"Saya telah meninggalkan rumah
saya, keluarga saya dan pekerjaan saya, dan saya meninggikan suara saya. Untuk
melakukan yang sebaliknya akan mengkhianati mereka yang merana di penjara. Saya
dapat berbicara ketika begitu banyak yang tidak bisa. Saya ingin Anda tahu
bahwa Arab Saudi tidak selalu seperti sekarang. Kami, rakyat Arab Saudi pantas
mendapat yang lebih baik."
Di Arab sendiri saat ini ada tak
kurang dari 25-30 orang jurnalis profesional dan tidak profesional yang tengah mendekam
dalam tahanan. Karena kondisi inilah maka Arab Saudi menduduki peringkat 169
dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia yang disurvei setiap tahun
oleh RSF. Jadi pemerintah Arab Saudi adalah negara kesebelas terjelek di dunia
dalam urusan kebebasan pers.
oleh : Fatimah



Tidak ada komentar:
Posting Komentar